Mengapa kitab suci umat
Islam ini dinamai Al-Qur’an? Apa sesungguhnya makna dan filosofi di balik nama
tersebut? Penamaan Al-Qur’an yang diberikan Allah pada kitab suci ini bukanlah
tanpa makna dan alasan. Penamaan demikian sesungguhnya ingin memberikan pesan
penting kepada umat Islam bagaimana mereka semestinya melihat, mempersepsi dan
berinteraksi dengan kitab suci ini. Memahami filosofi penamaan kitab suci ini,
dengan kata lain, akan memberikan efek kesadaran bagaimana seharusnya kitab
suci ini diperlakukan, dan bukan sekadar diyakini dalam hati dan dinyatakan
secara verbal.
Mengenai asal-usul kata
Al-Qur’an, para ulama bahasa memiliki pandangan yang tidak sama; sebagian
mengatakan bahwa Al-Qur’an berasal dari kata qara’a, sedangkan yang
lain mengatakan berasal dari kata qarina. Menurut Manna Khalil
Qattan, seorang pakar ulmul Qur’an, asal kata Al-Qur’an adalah qara’a yang
berarti ‘menghimpun’ dan ‘menyatukan’. Qira’ah, yang merupakan
derivasinya dimaknai dengan ‘menghimpun huruf-huruf dan kata-kata yang satu
dengan yang lain dengan susunan yang rapi’ (Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu
Qur’an, 1995: 20) Ayat yang digunakan Al-Qattan untuk menjelaskan
keterangannya adalah Al-Qur’an Surah al-Qiyamah/75: 17-18. Pendapat senada juga
dikemukakan Imam ar-Ragib al-Asfahani, seorang pakar ilmu bahasa. Menurutnya,
Al-Qur’an berasal dari kata qara’a yang dalam hal ini berarti
‘mengumpulkan’, ‘menghimpun’, dan ‘membaca’. Makna ‘membaca’ memiliki rangkaian
makna dengan makna mengumpulkan dan menghimpun, karena membaca adalah aktivitas
yang dilakukan dengan cara menghimpun dan mengumpulkan huruf-huruf sehingga
membentuk rangkaian lafaz dan kalimat yang bisa dibaca dan dimengerti.
Sedangkan huruf alif dan nun pada kata
Al-Qur’an mengandung arti ‘kesempurnaan’ sehingga Al-Qur’an berarti ‘bacaan
yang sempurna’. Az-Zajjaj juga memiliki pendapat yang sama. Al-Qur’an berasal
dari kata qara’a yang sinonim dengan al-jam’u yang
berarti ‘mengumpulkan’. Al-Qur’an dinamakan demikian karena ia adalah kitab
yang menghimpun intisari yang terdapat dalam kitab-kitab terdahulu dan
menghimpun intisari dari berbagai macam ilmu pengetahuan. (Muchlis M. Hanafi
(ed), Ensiklopedia Al-Qur’an pada entri kata Qur’an,
juz 3, h. 784)
Keterangan di atas
memberikan kita sejumlah pengertian tentang kitab suci Al-Qur’an. Pertama,
Al-Qur’an adalah kitab kumpulan, intisari dari kitab-kitab suci yang diturunkan
Allah sebelumnya, seperti Zabur, Taurat, Injil, dan termasuk suhuf-suhuf
(lembaran) suci yang berisi wahyu yang diturunkan kepada sejumlah nabi dan
rasul sebelum Nabi Muhammad. Kedua, Al-Qur’an merupakan bacaan yang
sempurna dan paripurna. Dari sini dapat dipahami mengapa Al-Qur’an tidak
memiliki cacat, baik dari segi periwayatan maupun dari segi isi dan substansi.
Dari segi periwayatan para ulama bersepakat bahwa Al-Qur’an diriwayatkan secara
mutawatir yang tidak mungkin membuka peluang adanya kekeliruan dan missing
link sebagaimana dikemukakan sejumlah orientaslis. Sifat periwayatan
Al-Qur’an ini berbeda dengan hadis, yang membuka peluang adanya kesalahan dan
kekeliruan, baik dari segi lafaz maupun maknanya. Dari sini bisa dipastikan,
Al-Qur’an adalah kitab suci yang sempurna dan terjaga keasliannya dari sejak
diturunkan pertama kali, hingga saat ini. Terkait dengan keaslian Al-Qur’an,
Allah Swt dalam Surah al-Hijr/15: 9 bahkan berjanji, akan menjaganya. Dari sini
bisa dipastikan, bahwa Al-Qur’an yang kita baca saat ini adalah Al-Qur’an yang
juga dibaca Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya pada kurun empat belas abad
yang lalu.
Demikian halnya dari
segi isi dan substansi. Pada sisi ini tampak bahwa pembahasan Al-Qur’an
meliputi berbagai hal yang menjadi kebutuhan manusia, terutama dalam rangka
mencari petunjuk Allah Swt. Dalam Surah al-An’am/6: 38 Allah menjelaskan, “...
Tidak ada satu pun yang kami luputkan dalam al-Kitab.” Artinya, pada sisi ini
Al-Qur’an dapat dikatakan sebagai kitab yang mencakup berbagai hal yang menjadi
kebutuhan manusia sepanjang masa, bahkan hal-hal yang belum terpikirkan oleh
manusia yang besifat futuristik. Ia adalah kitab yang sempurna dan memiliki
peran melakukan penyempurnaan kitab-kitab ilahiah sebelumnya. Inilah sebagian
pengertian yang bisa dipetik dari penamaan Al-Qur’an melalui tinjauan bahasa.